Jumat, 16 November 2012

CERPEN KU


My Father and Albian
They are My Love !

P
ikirku awalnya, sungguh malang aku, berharap dengan pria yang sama sekali tidak memperdulikan diriku. Jujur aku sangat mencintainya, dan kadang aku percaya bahwa ia juga mencintai ku, namun rasanya percaya ku tak pernah ku lihat.
Namun tak terlalu ku pikirkan juga tentang ini. Aku hanya memikirkan bagaimana agar dapat menjadi anak yang baik untuk ayah. Aku adalah anak satu-satunya ayah, hanya ada aku dan ayah kini, karena ibu ku telah meninggal dunia setahun yang lalu karena penyakit yang dialaminya. Kini pria yang akan aku terus cintai adalah ayahku, ia tak pernah menyakiti ku, ia sangat memperhatikan ku, tak pernah sekali pun ia meninggalkan ku disaat aku merasa sepi. Padahal sesungguhnya aku tahu bahwa ayah pun menderita karena kesepian, tentu, karena sekarang tak ada ibu.
Albian, biasa dipanggil bian, dia pacarku, namun sungguh menyebalkan, ia sangat cuek, berbeda dengan ayah yang cuek namun masih tetap menunjukkan perhatiannya pada ku, jangankan seperti pria lain yang perhatian pada pacarnya, dengan menanyakan sudah makan atau belum, sedang apa, lagi dimana, dengan siapa, atau khawatir ketika pacarnya sakit, bian tak pernah berlaku seperti itu, menghubungi ku saja jarang. Ketika aku sakit pun ia tak pernah tau, sungguh peeved mempunyai pacar seperti dia, namun entah mengapa aku masih saja mencintainya. Padahal masih ada pria yang mencintai ku namun perasaan ku tetap berpihak pada bian, sungguh menyebalkan ! dan ku tulis semua dalam Diary ku.
“Pagi ayah… apakah hari ini ayah akan berangkat ke kantor?” Tanya ku pada ayah. “Oh tentu masih banyak yang harus ayah kerjakan di kantor..” Jawab ayah. “mm, aku sudah menyiapkan sarapan untuk ayah, ada dimeja makan. Aku berangkat duluan ya yah !”. ucapku sambil mengenakan jaket ku. “Jessie, tunggu, kau tak sarapan?” Tanya ayah. “itu kebiasaan ku ayah, tak masalah, sungguh !” ucap ku sambil membuka pintu dan berjalan keluar. “Jangan mengabaikan jam makan mu Jessie !!” teriak ayah dan aku tak sempat menjawabnya.
Aku bekerja sebagai photographer, dan sepertinya hari ini aku kesiangan, aku bolak balik disisi jalan dengan memegang camera ku mencari-cari taxi namun tak ada yang kosong, oh matilah aku ! namun, tiba-tiba mazda hitam berhenti didepan ku, emm emm..aku tau siapa ini, Albian ! ya, tumben sekali ia menjemputku. “Naiklah !” Ujarnya. “kau? Kenapa bisa disini? Kau tak ke kantor?” tanyaku sambil duduk dimobil. “Pakailah sabuk mu ! Ya, aku ingin berangkat bersama mu  Jes !” Jawabnya. “Oh tumben..” Ucapku. “kenapa? Kau tak suka aku menjemputmu?” tanyanya sambil menancap gas. “ah, tidak… aku kira kau sudah lupa pada ku dan tak akan menemui ku lagi.” Ujarku. “Aku tak suka kau bicara seperti itu !” Ucapnya sedikit menyentak. “Kenapa? Toh selama ini kau memang jarang menghubungi ku, mungkin karena kau dapat selingkuhan yang lebih cantik dari ku..” ucap ku. Bian menginjak rem dengan mendadak sampai-sampai aku tersentak kedepan. “Jessie ! aku pernah bilang pada mu jangan pernah berfikir macam-macam, apa? Kau bilang aku punya selingkuhan? Aku mencintaimu Jessie !”. ucapnya dengan nada tinggi. Aku langsung melepaskan sabuk ku dan membuka pintu ingin turun dari mobil. Namun Bian tak membiarkan hal itu, ia menarik tangan ku dan memegang ku erat dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menutup pintu mobilnya lagi. Ia mengunci mobilnya, memasangkan sabuk ku kembali dan memegang kedua tangan ku, menatap ku, dan aku merunduk. “Apa yang dapat ku percaya bahwa kau mencintaiku Bian?” ucapku. “Hati mu ! percayalah pada hati mu. Apa kau tak pernah merasakan cinta ku?” tanyanya. “Tidak, bahkan aku merasa kau bohong. Kau tak pernah mencintai ku kan.. jujur saja…” Jawabku. “Jika aku berkata Ya, berarti aku berbohong. Sekarang apa kau mencintai ku?” tanyanya. “Tentu saja. Tapi kau tidak mencintai ku!” Jawab ku dengan lantang. “Apa yang dapat ku percaya bahwa kau mencintai ku Jessie?” tanyanya membalikan pertanyaan ku tadi. Aku diam tak dapat menjawabnya, bukan karena aku berbohong, namun karena aku tak tahu harus jawab apa. Yang jelas, memang aku sungguh mencintainya. Bian pun kembali melanjutkan perjalanan, ku lihat wajahnya seperti masih menyimpan amarah pada ku. Setelah sampai depan kantor ku ia berhenti dan tak berkata apapun, dan akhirnya, aku memutuskan untuk meminta maaf padanya. “Bian, maafkan aku soal tadi itu…” ucap ku. Dia tak berkata apapun pada ku, namun Ia memalingkan wajahnya pada ku dan mencium kening ku, aku hanya tersenyum. Aku keluar dari mobil dan menunggu mobilnya melaju hingga lenyap dari pandangan ku.
Apakah yang Bian ucapkan tadi benar? Tapi ia tak pernah menunjukkan bahwa ia mencintai ku. Saat jauh dari ku, ia tak pernah menghubungi ku, dan mungkin saja semua yang ia katakan tadi itu tipuan belaka. Huh! Aku tak akan percaya lebih padanya.
Sepulang kerja , aku tak melihat ayah dirumah, aku melihat jam sudah pukul 10.00 malam. Ayah lembur lagi, ia memang ulet dalam pekerjaannya, walaupun banyak kariawan, tetap saja ia ingin mengawasi semua pekerjaan sendiri. Sambil menunggu ayah, aku menelpon Bian, aku berharap dapat bicara lama dengannya namun…. “Hallo, Bian?”. Ucap ku. “Ada apa Jes? Mengapa kau menelpon malam-malam begini.” Jawabnya. “Oh tak ada apa-apa, ayah belum pulang, dan aku memutuskan untuk menunggunya sambil menelpon mu..kita jarang telponan bukan?” kataku. “Ya memang, tapi lihatlah..jam berapa ini ?” ucapnya. “Bian, tapikan aku..”. “Sudah, tidur lah, aku sungguh lelah Jessie!”. Tuut..tuut..tuut.. Bian mengakhiri telpon ku. Mungkin ia tak ingin aku menelponnya, padahal aku rindu padanya. “Jessie, kau belum tidur?” Tanya ayah yang baru saja pulang. “Ayah sudah datang,.. belum, aku menunggu ayah pulang. Ayah lembur lagi? Tak bisa kah ayah menyuruh staf lain saja untuk lembur?” kataku. “tak bisa Jessie, ini adalah project besar, aku tak bisa jika tak mengawasi mereka. Tidur lah, besok kau tak perlu menunggu ayah lagi, pulang kerja kau makan, dan istirahat lah dikamar, jangan sampai kau sakit.”ujarnya.”Baiklah yah..” Jawab ku.“Huh, Ayah, bukannya berterima kasih pada ku malah memarahi ku. Bian juga, bukannya senang ku telpon, malah diakhiri begitu saja, memang mereka sama saja menyebalkan.” Gerutu ku didalam kamar.
Hari pun berganti, hari ini aku mendapat kabar bahwa aku diandalkan untuk menjadi photographer professional untuk mengambil potret pemandangan, dan jika aku berhasil, aku akan mendapat penghargaan dan aku akan berangkat besok untuk mengambil potret pemandangan ini, tentu aku segera beri tahu ini pada ayah, Ayah juga terlihat senang, ia bilang aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Namun, setelah itu datanglah kabar buruk, sungguh sungguh buruk, tiba-tiba saja ayah sakit kepala, sakit kepala yang tak tertahankan, langsung ku bawa ayah ke rumah sakit, aku sangat terburu-buru sampai-sampai aku lupa tentang pekerjaan ku besok. Aku menunggu ayah sampai pagi, “Jessie, bukan kah hari ini kau akan mengambil potret untuk mencapai penghargaan itu?” Tanya ayah yang sedang berbaring lemah. “Oh aku lupa ! tapi sudahlah, lupakan saja penghargaan itu. Yang aku ingin sekarang adalah ayah cepat sembuh.” Ucap ku. “Tidak Jessie, Ayah akan semakin sakit jika kau tak berangkat untuk meraih penghargaan itu ! berangkatlah sekarang dan tunjukan pada ayah medali yang kau dapat nanti !” Ujarnya. “Ayah, tapi aku tak ingin kau sendiri.” Ucap ku. “aku tak sendiri, masih banyak perawat dan dokter disini. Cepat lah berangkat Jessie !!” Perintahnya dengan lantang.
Dan aku pun langsung bergegas pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan peralatan ku untuk pemotretan nanti. Aku dan rekan-rekan kerja ku, dan bahkan dari luar kota pun menghadiri ajang ini, kami berangkat ke Desa bersama. Aku juga sudah memberi kabar pada Bian lewat pesan singkat, tentang ayah yang sedang sakit, dan aku meminta agar ia untuk menjemput ku ketika aku pulang nanti malam namun Bian tak membalasnya. Kecewa ku untuk kesekian kalinya pada Bian, mungkin tak peduli pada ku tak masalah, namun ini aku mengabarkan tentang ayah ku, dia sama sekali tak punya rasa simpatik sedikit pun, “Jahat sekali dia, sampai kapan aku akan terus di abaikan olehnya?”.ucap ku.
Flowchart: Alternate Process: “Ya! Itu Bian, dan disebelahnya? Siapa wanita itu? Mengapa Bian tak mengangkat telephone ku? Mengapa ia malah pergi dengan wanita lain? Sungguh kejam !”Sungguh kejutan bagi ku, aku, aku lah yang benar-benar mendapatkan penghargaan photographer professional itu ! aku yakin pasti ayah senang. Aku berharap walaupun Bian tak membalas pesan ku, namun ia tetap menjemput ku. Namun sepertinya tidak seperti yang aku inginkan, tak ada mobil Bian, tak ada yang menjemput ku, aku berpikir mungkin Bian akan menjemput ku namun sedikit telat, ‘tik tok tik tok’ detik arloji ku terus berjalan, semakin lama semakin malam, aku menelpon Bian namun tak ada jawaban. aku memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menelusuri jalan yang biasa dilewati Bian , siapa tau saja dia berniat menjemput ku hanya saja malam ini ia lembur.
Tak terasa sudah setengah jalan ku lalui, Oh! No! aku langsung menghentikan langkah ku ketika aku melihat mazda hitam dengan dua orang didalamnya, “Ya! Itu Bian, dan disebelahnya? Siapa wanita itu? Mengapa Bian tak mengangkat telephone ku? Mengapa ia malah pergi dengan wanita lain? Sungguh kejam !” ucap ku. Dan aku tak mengharapkan kedatangan Bian lagi, kini aku tau tak seharusnya aku berharap padanya. Aku meneruskan perjalanan pulang ku dengan berjalan kaki, lelah tak aku rasa lagi. Sepanjang jalan aku hanya menangis, Guntur mulai terdengar, dan seketika hujan turun dengan lebat. Lebat hujan pun tak ku rasa, kaki ku terus melangkah, entah berapa lama aku berjalan untuk sampai rumah. Dan tak terasa, aku sudah sampai rumah ku. Ku lihat gerbang rumah ku terbuka lebar, siapa yang datang? Ketika aku melangkah masuk ke halaman rumah, ada mazda hitam itu lagi ! dan Bian berada didalamnya.
Mungkin suara langkah ku yang memberikan signal pada Bian bahwa aku datang, seketika Bian menengok ke arah ku. Aku tak ingin bertemu dengannya lagi, aku berlari berbalik arah, ku tembus hujan lebat ini, ku lihat kebelakang Bian mengejar ku dengan mobilnya ku lepas Heels ku agar aku dapat berlari lebih cepat, namun Bian meng-increase kecepatannya dan menjegat ku didepan, kemudian ia turun dari mobilnya, aku berusaha lari namun ia berhasil menangkap ku. “Jessie, mengapa kau lari? Kau marah pada ku karena aku tak menjemput mu tepat waktu?” tanyanya. “Bukan soal itu, pergilah kau Bian ! aku sudah muak dengan semua ke pura-puraan mu !” ucap ku dengan nada tinggi. “apa? Pura-pura apa?” tanyanya lagi. “haruskah aku menjelaskan ini padamu? Kau berpura-pura mencintai ku sesungguhnya tidak ! jangan mengelak lagi, tadi aku melihat mu bersama wanita lain dimobil, kau tak menjemput ku karena kau pergi dengannya kan ! untuk apa kau menemui ku Bian? Pergilah sana bersama wanita itu !”. ucap ku dengan air mata yang terus mengalir. Dan tiba-tiba saja penglihatan ku buram, kepala ku pusing, tubuhku lemas, aku terjatuh pingsan. “Jessie, Jessie, Jessie bangun lah Jessie !”. terdengar suara Bian, setengah sadar aku melihat ia melepas jas nya dan dipakaikan pada ku, ia mengangkat ku kedalam mobil dan mengelap air hujan dimuka ku. Dan entah apa lagi yang terjadi aku tak sadarkan diri.
Setelah aku sadar, ternyata aku dibawa ke rumah sakit oleh Bian, ada Bian disebelah ku tertidur dengan memegang tangan ku. Aku bangun dari posisi tidur ku dan ingin turun dari tempat tidur. Bian terbangun dan menarik tangan ku. “mau kemana kau?” tanyanya. “pulang dan menjenguk ayah.” Jawab ku. “tak boleh, kata dokter kau harus banyak istirahat. Ayah mu baik-baik saja, kamarmu disebelah kamar ayah mu, ini rumah sakit dimana ayah mu dirawat !” Jelas Bian. “Persetan kau peduli akan diri ku. Lepaskan tangan ku !” Ucapku. “Jessie, semua tak seperti yang kau lihat ! wanita itu bukan siapa-siapa, ia hanya sekretaris ku dan..”. “dan ia pacarmu juga iya kan !”. “Jessie! Dengarlah aku! Ia sakit ! ia bukan pacarku, umurnya 10 tahun lebih tua dari padaku, ia telah mempunyai suami dan anak ! dan aku mengantarnya pulang karena aku menghormati ia yang lebih tua dari ku. pacar ku hanya kau ! harus berapa kali aku bilang bahwa aku benar-benar mencintai mu Jessie !” Ucap Bian dengan suara lantang. Aku hanya diam, entah apa aku harus percaya padanya atau tidak. Tiba-tiba saja seorang perawat memberitahu bahwa ayah memanggil ku. Dan aku segera bergegas ke kamar ayah, ayah terlihat pucat sekali, ku tunjukkan medali keberhasilan ku pada ayah, dan ayah tersenyum. “Aku sungguh bangga pada mu Jessie, kau adalah putri yang baik untuk ku, aku sangat menyayangi mu.” Ucap ayah pada ku. “aku juga sayang pada mu.” Jawabku. “Jessie, maafkan ayah, ayah tak akan bisa menemani mu terus, ayah akan pergi.” Ucapnya, “mengapa ayah bicara seperti itu?” tanyaku. “Mungkin tuhan akan mempertemukan ayah dengan ibu mu.” Jawabnya. Dan aku pun menangis entah apa yang harus aku katakan, kejadian buruk apa yang akan menimpa ku?. “Satu yang ayah ingin Jessie, menikah lah ! aku takkan membiarkan kau sendiri tanpa ada pria yang menjaga mu. Ayah ingin melihat mu bahagia dengan pendamping hidup mu !” Ucapnya pada ku. “Aku tak mempunyai pendamping hidup.” Jawab ku dan Bian menatap ku tajam. “Aku akan menikahi putri mu, sesegera mungkin. Dan ku pastikan kau akan melihat ia bahagia bersama ku tuan.”Ujar Bian pada ayah. “Bian !”.gentak ku. “Jessie…hentikan lah ke curigaan mu padanya, ayah tau tentang kalian, ayah sering membaca Diary mu Jessie.” Jelas ayah dan aku kaget. “kau curiga padanya hanya karena ia dingin pada mu? itu yang ayah lakukan pada ibu mu dulu. Dan ibu mu berlaku sama seperti mu. Aku yakin sebenarnya kau sangat cinta pada Bian, dan Bian pun begitu.” Ucapnya. “Aku izinkan kalian menikah, Bian, Jagalah putri ku..” lanjutnya dengan suara gemetar kemudian ayah menutup kelopak matanya dengan perlahan, dan aku sadar apa yang ayah katakana benar, tak seharusnya aku curiga pada Bian terus. “Ayah…ayah..”. Aku menangis, dan Bian memeluk ku. “Ayah mu akan tenang disana. Relakan Jessie..” ucap Bian.
Ke esokkan harinya, Bian langsung mempersuntingku, seperti janjinya pada ayah. Namun ketika malam, aku menangis lagi, mengingat kepergian ayah.“Jessie, apa kau tak bahagia menikah dengan ku?” Tanya Bian padaku. “Oh tidak begitu Bian.”Jawab ku. “Lantas, mengapa kau terus menangis? Aku yakin ayah mu sedih melihat kau menangis seperti ini, ayo senyumlah baby !” ujarnya sambil menghapus air mata ku dan aku tersenyum. “Aku tak akan menyakiti mu, percaya lah aku mencintai mu.” Ucap Bian. “Ya, aku percaya. Aku sangat mencintai Ayah, dan aku pun sangat mencintai mu Bian.” Lanjutku. Bian mengangkat wajah ku dan menatap ku, aku meminta maaf padanya atas kelakuan kekanak-kanakkan ku kemarin, dan dia bilang “kau tak akan begitu jika kau tak cinta pada ku Jessie.”. dan aku tersenyum. Kini aku percaya bahwa Bian mencintai ku, dan aku hidup bahagia bersamanya.

***