My Father and Albian
They are My Love !
P
|
ikirku awalnya, sungguh malang aku,
berharap dengan pria yang sama sekali tidak memperdulikan diriku. Jujur aku
sangat mencintainya, dan kadang aku percaya bahwa ia juga mencintai ku, namun
rasanya percaya ku tak pernah ku lihat.
Namun tak terlalu ku
pikirkan juga tentang ini. Aku hanya memikirkan bagaimana agar dapat menjadi
anak yang baik untuk ayah. Aku adalah anak satu-satunya ayah, hanya ada aku dan
ayah kini, karena ibu ku telah meninggal dunia setahun yang lalu karena
penyakit yang dialaminya. Kini pria yang akan aku terus cintai adalah ayahku,
ia tak pernah menyakiti ku, ia sangat memperhatikan ku, tak pernah sekali pun
ia meninggalkan ku disaat aku merasa sepi. Padahal sesungguhnya aku tahu bahwa
ayah pun menderita karena kesepian, tentu, karena sekarang tak ada ibu.
Albian, biasa
dipanggil bian, dia pacarku, namun sungguh menyebalkan, ia sangat cuek, berbeda
dengan ayah yang cuek namun masih tetap menunjukkan perhatiannya pada ku,
jangankan seperti pria lain yang perhatian pada pacarnya, dengan menanyakan
sudah makan atau belum, sedang apa, lagi dimana, dengan siapa, atau khawatir
ketika pacarnya sakit, bian tak pernah berlaku seperti itu, menghubungi ku saja
jarang. Ketika aku sakit pun ia tak pernah tau, sungguh peeved mempunyai pacar seperti dia, namun entah mengapa aku masih
saja mencintainya. Padahal masih ada pria yang mencintai ku namun perasaan ku
tetap berpihak pada bian, sungguh menyebalkan ! dan ku tulis semua dalam Diary
ku.
“Pagi ayah… apakah
hari ini ayah akan berangkat ke kantor?” Tanya ku pada ayah. “Oh tentu masih
banyak yang harus ayah kerjakan di kantor..” Jawab ayah. “mm, aku sudah
menyiapkan sarapan untuk ayah, ada dimeja makan. Aku berangkat duluan ya yah !”.
ucapku sambil mengenakan jaket ku. “Jessie, tunggu, kau tak sarapan?” Tanya
ayah. “itu kebiasaan ku ayah, tak masalah, sungguh !” ucap ku sambil membuka
pintu dan berjalan keluar. “Jangan mengabaikan jam makan mu Jessie !!” teriak
ayah dan aku tak sempat menjawabnya.
Aku bekerja sebagai
photographer, dan sepertinya hari ini aku kesiangan, aku bolak balik disisi
jalan dengan memegang camera ku mencari-cari taxi namun tak ada yang kosong, oh
matilah aku ! namun, tiba-tiba mazda hitam berhenti didepan ku, emm emm..aku
tau siapa ini, Albian ! ya, tumben sekali ia menjemputku. “Naiklah !” Ujarnya.
“kau? Kenapa bisa disini? Kau tak ke kantor?” tanyaku sambil duduk dimobil. “Pakailah
sabuk mu ! Ya, aku ingin berangkat bersama mu
Jes !” Jawabnya. “Oh tumben..” Ucapku. “kenapa? Kau tak suka aku
menjemputmu?” tanyanya sambil menancap gas. “ah, tidak… aku kira kau sudah lupa
pada ku dan tak akan menemui ku lagi.” Ujarku. “Aku tak suka kau bicara seperti
itu !” Ucapnya sedikit menyentak. “Kenapa? Toh selama ini kau memang jarang
menghubungi ku, mungkin karena kau dapat selingkuhan yang lebih cantik dari
ku..” ucap ku. Bian menginjak rem dengan mendadak sampai-sampai aku tersentak
kedepan. “Jessie ! aku pernah bilang pada mu jangan pernah berfikir
macam-macam, apa? Kau bilang aku punya selingkuhan? Aku mencintaimu Jessie !”.
ucapnya dengan nada tinggi. Aku langsung melepaskan sabuk ku dan membuka pintu
ingin turun dari mobil. Namun Bian tak membiarkan hal itu, ia menarik tangan ku
dan memegang ku erat dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menutup
pintu mobilnya lagi. Ia mengunci mobilnya, memasangkan sabuk ku kembali dan
memegang kedua tangan ku, menatap ku, dan aku merunduk. “Apa yang dapat ku
percaya bahwa kau mencintaiku Bian?” ucapku. “Hati mu ! percayalah pada hati
mu. Apa kau tak pernah merasakan cinta ku?” tanyanya. “Tidak, bahkan aku merasa
kau bohong. Kau tak pernah mencintai ku kan.. jujur saja…” Jawabku. “Jika aku
berkata Ya, berarti aku berbohong. Sekarang apa kau mencintai ku?” tanyanya.
“Tentu saja. Tapi kau tidak mencintai ku!” Jawab ku dengan lantang. “Apa yang
dapat ku percaya bahwa kau mencintai ku Jessie?” tanyanya membalikan pertanyaan
ku tadi. Aku diam tak dapat menjawabnya, bukan karena aku berbohong, namun
karena aku tak tahu harus jawab apa. Yang jelas, memang aku sungguh
mencintainya. Bian pun kembali melanjutkan perjalanan, ku lihat wajahnya
seperti masih menyimpan amarah pada ku. Setelah sampai depan kantor ku ia
berhenti dan tak berkata apapun, dan akhirnya, aku memutuskan untuk meminta
maaf padanya. “Bian, maafkan aku soal tadi itu…” ucap ku. Dia tak berkata
apapun pada ku, namun Ia memalingkan wajahnya pada ku dan mencium kening ku,
aku hanya tersenyum. Aku keluar dari mobil dan menunggu mobilnya melaju hingga
lenyap dari pandangan ku.
Apakah yang Bian
ucapkan tadi benar? Tapi ia tak pernah menunjukkan bahwa ia mencintai ku. Saat
jauh dari ku, ia tak pernah menghubungi ku, dan mungkin saja semua yang ia katakan
tadi itu tipuan belaka. Huh! Aku tak akan percaya lebih padanya.
Sepulang kerja , aku
tak melihat ayah dirumah, aku melihat jam sudah pukul 10.00 malam. Ayah lembur
lagi, ia memang ulet dalam pekerjaannya, walaupun banyak kariawan, tetap saja
ia ingin mengawasi semua pekerjaan sendiri. Sambil menunggu ayah, aku menelpon
Bian, aku berharap dapat bicara lama dengannya namun…. “Hallo, Bian?”. Ucap ku.
“Ada apa Jes? Mengapa kau menelpon malam-malam begini.” Jawabnya. “Oh tak ada
apa-apa, ayah belum pulang, dan aku memutuskan untuk menunggunya sambil
menelpon mu..kita jarang telponan bukan?” kataku. “Ya memang, tapi
lihatlah..jam berapa ini ?” ucapnya. “Bian, tapikan aku..”. “Sudah, tidur lah,
aku sungguh lelah Jessie!”. Tuut..tuut..tuut.. Bian mengakhiri telpon ku.
Mungkin ia tak ingin aku menelponnya, padahal aku rindu padanya. “Jessie, kau
belum tidur?” Tanya ayah yang baru saja pulang. “Ayah sudah datang,.. belum,
aku menunggu ayah pulang. Ayah lembur lagi? Tak bisa kah ayah menyuruh staf
lain saja untuk lembur?” kataku. “tak bisa Jessie, ini adalah project besar,
aku tak bisa jika tak mengawasi mereka. Tidur lah, besok kau tak perlu menunggu
ayah lagi, pulang kerja kau makan, dan istirahat lah dikamar, jangan sampai kau
sakit.”ujarnya.”Baiklah yah..” Jawab ku.“Huh, Ayah, bukannya berterima kasih
pada ku malah memarahi ku. Bian juga, bukannya senang ku telpon, malah diakhiri
begitu saja, memang mereka sama saja menyebalkan.” Gerutu ku didalam kamar.
Hari pun berganti,
hari ini aku mendapat kabar bahwa aku diandalkan untuk menjadi photographer
professional untuk mengambil potret pemandangan, dan jika aku berhasil, aku
akan mendapat penghargaan dan aku akan berangkat besok untuk mengambil potret
pemandangan ini, tentu aku segera beri tahu ini pada ayah, Ayah juga terlihat
senang, ia bilang aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Namun, setelah
itu datanglah kabar buruk, sungguh sungguh buruk, tiba-tiba saja ayah sakit
kepala, sakit kepala yang tak tertahankan, langsung ku bawa ayah ke rumah
sakit, aku sangat terburu-buru sampai-sampai aku lupa tentang pekerjaan ku
besok. Aku menunggu ayah sampai pagi, “Jessie, bukan kah hari ini kau akan
mengambil potret untuk mencapai penghargaan itu?” Tanya ayah yang sedang
berbaring lemah. “Oh aku lupa ! tapi sudahlah, lupakan saja penghargaan itu.
Yang aku ingin sekarang adalah ayah cepat sembuh.” Ucap ku. “Tidak Jessie, Ayah
akan semakin sakit jika kau tak berangkat untuk meraih penghargaan itu !
berangkatlah sekarang dan tunjukan pada ayah medali yang kau dapat nanti !”
Ujarnya. “Ayah, tapi aku tak ingin kau sendiri.” Ucap ku. “aku tak sendiri,
masih banyak perawat dan dokter disini. Cepat lah berangkat Jessie !!”
Perintahnya dengan lantang.
Dan aku pun langsung
bergegas pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan peralatan ku untuk
pemotretan nanti. Aku dan rekan-rekan kerja ku, dan bahkan dari luar kota pun
menghadiri ajang ini, kami berangkat ke Desa bersama. Aku juga sudah memberi
kabar pada Bian lewat pesan singkat, tentang ayah yang sedang sakit, dan aku
meminta agar ia untuk menjemput ku ketika aku pulang nanti malam namun Bian tak
membalasnya. Kecewa ku untuk kesekian kalinya pada Bian, mungkin tak peduli
pada ku tak masalah, namun ini aku mengabarkan tentang ayah ku, dia sama sekali
tak punya rasa simpatik sedikit pun, “Jahat sekali dia, sampai kapan aku akan
terus di abaikan olehnya?”.ucap ku.
Sungguh kejutan bagi
ku, aku, aku lah yang benar-benar mendapatkan penghargaan photographer
professional itu ! aku yakin pasti ayah senang. Aku berharap walaupun Bian tak
membalas pesan ku, namun ia tetap menjemput ku. Namun sepertinya tidak seperti
yang aku inginkan, tak ada mobil Bian, tak ada yang menjemput ku, aku berpikir
mungkin Bian akan menjemput ku namun sedikit telat, ‘tik tok tik tok’ detik
arloji ku terus berjalan, semakin lama semakin malam, aku menelpon Bian namun
tak ada jawaban. aku memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menelusuri
jalan yang biasa dilewati Bian , siapa tau saja dia berniat menjemput ku hanya
saja malam ini ia lembur.
Tak terasa sudah
setengah jalan ku lalui, Oh! No! aku langsung menghentikan langkah ku ketika
aku melihat mazda hitam dengan dua orang didalamnya, “Ya! Itu Bian, dan
disebelahnya? Siapa wanita itu? Mengapa Bian tak mengangkat telephone ku?
Mengapa ia malah pergi dengan wanita lain? Sungguh kejam !” ucap ku. Dan aku
tak mengharapkan kedatangan Bian lagi, kini aku tau tak seharusnya aku berharap
padanya. Aku meneruskan perjalanan pulang ku dengan berjalan kaki, lelah tak
aku rasa lagi. Sepanjang jalan aku hanya menangis, Guntur mulai terdengar, dan
seketika hujan turun dengan lebat. Lebat hujan pun tak ku rasa, kaki ku terus
melangkah, entah berapa lama aku berjalan untuk sampai rumah. Dan tak terasa,
aku sudah sampai rumah ku. Ku lihat gerbang rumah ku terbuka lebar, siapa yang
datang? Ketika aku melangkah masuk ke halaman rumah, ada mazda hitam itu lagi !
dan Bian berada didalamnya.
Mungkin suara langkah
ku yang memberikan signal pada Bian bahwa aku datang, seketika Bian menengok ke
arah ku. Aku tak ingin bertemu dengannya lagi, aku berlari berbalik arah, ku
tembus hujan lebat ini, ku lihat kebelakang Bian mengejar ku dengan mobilnya ku
lepas Heels ku agar aku dapat berlari lebih cepat, namun Bian meng-increase
kecepatannya dan menjegat ku didepan, kemudian ia turun dari mobilnya, aku berusaha
lari namun ia berhasil menangkap ku. “Jessie, mengapa kau lari? Kau marah pada
ku karena aku tak menjemput mu tepat waktu?” tanyanya. “Bukan soal itu,
pergilah kau Bian ! aku sudah muak dengan semua ke pura-puraan mu !” ucap ku
dengan nada tinggi. “apa? Pura-pura apa?” tanyanya lagi. “haruskah aku
menjelaskan ini padamu? Kau berpura-pura mencintai ku sesungguhnya tidak !
jangan mengelak lagi, tadi aku melihat mu bersama wanita lain dimobil, kau tak
menjemput ku karena kau pergi dengannya kan ! untuk apa kau menemui ku Bian?
Pergilah sana bersama wanita itu !”. ucap ku dengan air mata yang terus
mengalir. Dan tiba-tiba saja penglihatan ku buram, kepala ku pusing, tubuhku
lemas, aku terjatuh pingsan. “Jessie, Jessie, Jessie bangun lah Jessie !”.
terdengar suara Bian, setengah sadar aku melihat ia melepas jas nya dan
dipakaikan pada ku, ia mengangkat ku kedalam mobil dan mengelap air hujan
dimuka ku. Dan entah apa lagi yang terjadi aku tak sadarkan diri.
Setelah aku sadar,
ternyata aku dibawa ke rumah sakit oleh Bian, ada Bian disebelah ku tertidur
dengan memegang tangan ku. Aku bangun dari posisi tidur ku dan ingin turun dari
tempat tidur. Bian terbangun dan menarik tangan ku. “mau kemana kau?” tanyanya.
“pulang dan menjenguk ayah.” Jawab ku. “tak boleh, kata dokter kau harus banyak
istirahat. Ayah mu baik-baik saja, kamarmu disebelah kamar ayah mu, ini rumah
sakit dimana ayah mu dirawat !” Jelas Bian. “Persetan kau peduli akan diri ku.
Lepaskan tangan ku !” Ucapku. “Jessie, semua tak seperti yang kau lihat !
wanita itu bukan siapa-siapa, ia hanya sekretaris ku dan..”. “dan ia pacarmu
juga iya kan !”. “Jessie! Dengarlah aku! Ia sakit ! ia bukan pacarku, umurnya
10 tahun lebih tua dari padaku, ia telah mempunyai suami dan anak ! dan aku
mengantarnya pulang karena aku menghormati ia yang lebih tua dari ku. pacar ku
hanya kau ! harus berapa kali aku bilang bahwa aku benar-benar mencintai mu
Jessie !” Ucap Bian dengan suara lantang. Aku hanya diam, entah apa aku harus
percaya padanya atau tidak. Tiba-tiba saja seorang perawat memberitahu bahwa
ayah memanggil ku. Dan aku segera bergegas ke kamar ayah, ayah terlihat pucat
sekali, ku tunjukkan medali keberhasilan ku pada ayah, dan ayah tersenyum. “Aku
sungguh bangga pada mu Jessie, kau adalah putri yang baik untuk ku, aku sangat
menyayangi mu.” Ucap ayah pada ku. “aku juga sayang pada mu.” Jawabku. “Jessie,
maafkan ayah, ayah tak akan bisa menemani mu terus, ayah akan pergi.” Ucapnya,
“mengapa ayah bicara seperti itu?” tanyaku. “Mungkin tuhan akan mempertemukan
ayah dengan ibu mu.” Jawabnya. Dan aku pun menangis entah apa yang harus aku
katakan, kejadian buruk apa yang akan menimpa ku?. “Satu yang ayah ingin Jessie,
menikah lah ! aku takkan membiarkan kau sendiri tanpa ada pria yang menjaga mu.
Ayah ingin melihat mu bahagia dengan pendamping hidup mu !” Ucapnya pada ku.
“Aku tak mempunyai pendamping hidup.” Jawab ku dan Bian menatap ku tajam. “Aku
akan menikahi putri mu, sesegera mungkin. Dan ku pastikan kau akan melihat ia
bahagia bersama ku tuan.”Ujar Bian pada ayah. “Bian !”.gentak ku.
“Jessie…hentikan lah ke curigaan mu padanya, ayah tau tentang kalian, ayah sering
membaca Diary mu Jessie.” Jelas ayah dan aku kaget. “kau curiga padanya hanya
karena ia dingin pada mu? itu yang ayah lakukan pada ibu mu dulu. Dan ibu mu
berlaku sama seperti mu. Aku yakin sebenarnya kau sangat cinta pada Bian, dan
Bian pun begitu.” Ucapnya. “Aku izinkan kalian menikah, Bian, Jagalah putri
ku..” lanjutnya dengan suara gemetar kemudian ayah menutup kelopak matanya
dengan perlahan, dan aku sadar apa yang ayah katakana benar, tak seharusnya aku
curiga pada Bian terus. “Ayah…ayah..”. Aku menangis, dan Bian memeluk ku. “Ayah
mu akan tenang disana. Relakan Jessie..” ucap Bian.
Ke esokkan harinya,
Bian langsung mempersuntingku, seperti janjinya pada ayah. Namun ketika malam,
aku menangis lagi, mengingat kepergian ayah.“Jessie, apa kau tak bahagia
menikah dengan ku?” Tanya Bian padaku. “Oh tidak begitu Bian.”Jawab ku.
“Lantas, mengapa kau terus menangis? Aku yakin ayah mu sedih melihat kau
menangis seperti ini, ayo senyumlah baby !” ujarnya sambil menghapus air mata
ku dan aku tersenyum. “Aku tak akan menyakiti mu, percaya lah aku mencintai
mu.” Ucap Bian. “Ya, aku percaya. Aku sangat mencintai Ayah, dan aku pun sangat
mencintai mu Bian.” Lanjutku. Bian mengangkat wajah ku dan menatap ku, aku
meminta maaf padanya atas kelakuan kekanak-kanakkan ku kemarin, dan dia bilang
“kau tak akan begitu jika kau tak cinta pada ku Jessie.”. dan aku tersenyum. Kini
aku percaya bahwa Bian mencintai ku, dan aku hidup bahagia bersamanya.
***